Cerpen: Fakhrul Islam

Aku adalah Sang Merpati putih, Aku beranugerahkan cengkeraman jantan yang kekar, sayap putihku mengajak terbang bebas mencari kesegaran alam di atas ufuk, mendeteksi khabar yang sedang bergelombang, Aku kembali ke sarang dengan membawa sekeranjang data-data yang menceritakan fenomena jagat ini.

Aku berharap ini bukan hayalan mimpi! Aku terbang berkelana ke negeri yang konon berbaju hijau “Negeri Hijau”, tak tahu apa alasannya, namun aku menyukai warna itu, hijau menandakan kesuburan, hijau memberikan pencerahan, Ah! Omong kosong, akankah seperti itu?!

Saat ini aku berada di tengah kegersangan alam, gurun pasir yang mengelilingi jalur perjalananku, berbekal sedikit keuletan akhirnya aku sampai di pos terakhirku, pos yang ramai dengan kerumunan para Pelajar, pos yang dihiasi dedaunan hijau menawan, itulah sanggar ilmu di Libya “Kuliah Dakwah Islamiyah”.

Kebaradaanku di sanggar ini semoga menjadi coretan sejarah yang akan mengajariku bagaimana seharusnya aku hidup di kota ini. Aku berniat mencari jejak sejarah untuk beberapa hari ini, bertanya kepada setiap kaki yang melangkah, mencuri obrolan-obrolan orang tentang Libya sampai aku mendapatkan Kunci yang bisa membuka jalan hidupku di Negeri Hijau ini,,

Aku Sang Merpati Putih yang siap berhenti di mana pun untuk mendapatkan khabar kecil itu, kalau pun seandainya aku harus terjungkir mengejarnya, walaupun sayapku lecet akibat kelelahan mengejarnya, tak mengapa “ segalon keringat akan aku kucurkan demi mendapatkan Kunci hidup itu!”.

Pagi ini aku di temani embun fajar yang menyegarkan pori-poriku, namun sayang, Aku tak bisa duduk lebih lama bersamanya, bergegas aku persiapkan beberapa bekal untuk mencari dongeng kehidupan di Libya. Aku mengepakkan sayapku melaju terbang menjumpai kerumunan orang , waw! Asyik sekali aku bisa bertemu dengan banyak orang, berbagai macam koleksi wajah aku temui, berjubelan sifat manusia aku dapati.

Aku terbang menepis keramaian, kulihat semua orang berpakaian necis, berdasi rapi, bersepatu kelimis, sambil menggendong tas yang aku sendiri tak tahu apa isinya! tapi yang jelas mereka berbondong rombong menuju tenda belajar, satu demi satu mereka masuk ke ruang belajar, dengan cepat aku menyelinap dan bertengger dikursi belakang sambil menyaksikan fenomena belajar yang selama ini diterapkan..

Aku cukup antusias melihat gerak siswa lebih tepatnya Mahasiswa yang serius mendengarkan penjelasan pak Dosen, dengan metode yang cukup klasik saya rasa ini memberikan keunikan tersendiri bagiku. Ooo, sejenak aku terpana melihat tengger yang sedang mematuk-matuk mangsa di depan tempat aku bertengger, oh tak kusangka ternyata gerimis hujan keluar dari aliran mulut moncongnya,, yaa dia ngorok! Aku tak mengerti apa penyebabnya, mungkin dia terlalu banyak bergadang, atau karena sistem belajarnya yang bikin dia bete! Terserah alam berucap yang penting aku coretkan kesan pertamaku ini dalam agenda khusus.

Setelah selesai menulis kesan itu, Aku bergegas kembali ke sanggar yang jaraknya tak jauh dari tempat perkuliahan, karena aku diasramakan dan dikurung dalam tempurung Kampus. tapi tak mengapa! Aku cukup leluasa menikmati hari-hari itu dengan Enjoy, Aku tinggal di flat yang cukup mewah yang ramai dengan orang asing, Aku sangat senang, tahun lalu aku berkeinginan keras untuk dapat berjumpa dengan orang-orang seperti mereka, ngobrol bersama mereka, bercanda ria, dan sekarang aku bersyukur karena telah bisa bertemu dengan mereka, menyapa bergurau bersama mereka.

***

Sore ini aku akan terbang untuk kali kedua, ingin rasanya kuberteduh di pojok serambi Masjid yang berjubelan para jamaah, Mahasiswa pun berbondong mendatangi shalat ashar, kemudian aku jolorkan mataku untuk mengintai para jamaah dari pojok serambi itu seakan menggunakan alat sorot yang tembus seratus meter.

Shalat ashar pun telah usai, Aku melihat sosok berparaskan jibril yang berjubah putih duduk khusuk di tepi tiang Masjid, kedua tangannya menjolor keatas berdoa kepada sang pencipta, Akupun berniat menepak orang itu berbincang dengannya, menyelami bahasanya,

Seraya aku merangkak mendekati orang tak kukenal itu, mula-mula aku bertanya tentangnya, tentang keberadaannya di negeri ini! Sungguh menyejukkan hati, kata-katanya penuh hikmah, tak sedikit pun ucapan yang keluar dari lidah tipisnya melainkan di dalamnya tersimpan berjuta makna, tersirat beribu rasa, walaupun sebenarnya aku tak begitu memahami kata-katanya...

Tapi tak mengapa, Aku tetap berusaha memahami ucapan yang agak ke-arab-araban itu, ya karena dari mimik lidahnya sepertinya dia bukan orang Libya asli,, hal ini mengajakku terus mengenalnya! Tak lama kemudian dia pun menjulurkan lisannya bercerita kecil tentang dirinya, “ismi Idris, Ane min Mishr”, wa Anta? ee Ana Imran min Indonesia?! Kata “Ustadz” sebagai ucapan hangat dalam memanggil orang yang lebih tua, Aku gunakan kunci itu..

Dengan terbata-bata aku beranikan diri mengobrol dengannya; Ustadz Idris hal Anta thalib huna? Wa fii ayyi sanah Anta alaan? eee, walaupun logat arabku agak kejawen (kolaborasi arab-jawa) dan gak terlalu fasih tapi beliau memahami apa yang aku maksudkan!.. Akhi Indonesii! Ane last thalib fii hadzih kulyah, lakin faqath ‘umal hine, majisy hine litta’alum mitslek ya Akhi Imran..

Hem, ternyata aku memahami ucapannya bahwa dia adalah salah satu pekerja di kuliah ini, Dia bersama rombongannya yang kebanyakan didominasi oleh orang pendatang Mesir, dan pak Idris beserta rombongan kebetulan mendapat tugas mengembangkan bibit-bibit bunga hias yang akan ditanam di taman kampus..

Yaa Ukhaiya Imran aghul laka syai; khudz ‘ulum katsirah hine, wa tasykur ma’ak min ni’am, wala tudhaiyiq waqtak billahwi walla’b.. ungkapan nasehat itu tak dapat aku rekam dengan cepat, namun setidaknya aku mendapat setetes embun or kunci hidup yang telah dia terapkan dalam kehidupannya di kampus ini,, kunci itu bersenandung; “Syukuri apa yang ada dan jangan pernah menyerah !!”..

Tak berhenti sampai di situ, pak Idris menambahkan kepadaku bahwa sesungguhnya anda akan menyaksikan berbagai fenomena kehidupan yang sedikit aneh buat anda, Anda harus memanfaatkan kesempatan ini untuk tetap tegar dalam menimba Ilmu, Aku sarankan coba sesekali anda keluar kampus berjalan di tepi-tepi lereng jalanan, tentunya anda akan dapati fenomena kehidupan yang menggelikan.

Tetap kucerna ungkapan pak Mesir itu terutama ungkapannya “ Syukuri apa yang ada dan jangan menyerah”. Oh, serasa seharian aku berbincang dengannya, Aku pun ingin berpamit, kuucapkan terima kasih, dan segera aku kembali ke sarang cantikku.

                                                                             ***

Malam hari terasa begitu aneh di sampingku, seakan ada keramaian di tengah kesendirianku, Aku duduk termenung di pelataran balkon kamar, ku lihat bulan yang memancarkan cahaya purnama, terdengar suara keras menghebohkan, saya kira ledakan bom yang jatuh tak sengaja, ee ternyata petasan yang memercikan sinar berbintang sebagai salah satu adat orang Libya yang menandakan sedang diselenggarakan persepsi Pernikahan, satu hal yang cukup unik buat diriku.

Tak lama kemudian kurebahkan jasad lemasku di atas ranjang berbusa, kujoba pejamkan mata namun tak sanggup, kuambil buku untuk memancing kantuk, namun kantuk pun sirna tak kunjung tiba, yah ternyata aku menyimpan kunci yang membuatku melek dan terus mengingatnya, itulah kunci yang aku dapat dari pak Idris si tukang kebun tadi sore “ Syukuri apa yang ada dan jangan menyerah”.

Peta hari ini adalah menelusiri bentangan jalan Libya, jembatan layang, pertokoan, pantai, dll.. Aku meluncur dari sarangku tepat matahari terbit, tak tahu dimana aku harus berhenti, Aku lenggangkan kaki menuju kearah timur Tripili, Aku berjalan sambil mengamati rerumputan hijau yang bermandikan embun, bangunan-bangunan yang masih dalam proses, jalan-jalan yang mulai dijejali oleh kendaraan, Aku sungguh nikmati jejak perjalanan ini..

Sampailah aku di per-empat jalan yang mana terdapat jembatan layang, ya kurasa ini ampera kecil buatku, tepi tersorot dari sarang mataku beberapa rombongan di tepi jembatan itu, Aku agak was-was kalau-kalau… ah itu perasaanku saja mana mungkin pagi-pagi begini sudah ada yang kelaparan (Jambret)! Aku jadi penasaran dengan keberadaan mereka,

Aku beranikan diri mendekati mereka,, nampak wajah yang begitu kelam, warna baju yang mulai dilunturi debu, mungkinkah mereka orang jalanan? Oh, Aku semakin tak percaya, haloo, apa yang kalian lakukan di sini? Mereka hanya diam, selayaknya merpati aku kepakkan sayap kananku ke lengan salah satu dari mereka.

Braak! dia terkaget, dengan lisan bergemetar dia meyapaku; hee siapa kau? apakah kau butuh tenaga untuk mempekerjakan kami pagi ini? Haa tidak!, aku hanya kaget saja ketika melihat kalian disini, pagi hari yang masih berbalut embun ini dan belum banyak orang yang nongol kalian sudah markir di jembatan kusang ini, sehingga aku sengaja hinggap di samping kalian, ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi…

Kemudian aku ceritakan pertemuanku dengan pak Idris si tukang kebun yang menyuruhku untuk berjalan menelusuri rangakaian jalan yang terbentang di Libya ini, nah tak sengaja pagi ini aku bertemu dengan kalian di sini yang mengakibatkan bulu sayapku menggigil.. setelah semuanya aku ceritakan, orang itu mulai mau membuka mulutnya bercerita tentang kondisinya disini,,

***

Aku sempat terkaget ketika dia katakan bahwa dia kenal akrab dengan pak Idris si tukang kebun itu! Lho bagaimana koq bisa kenal dengannya? apakah masih sekeluarga dengannya? Oo tidak dia meyangkal, begini kisahnya; nama saya adalah Muhammad, kebetulan dulu saya sempat satu rombongan dengan Idris ketika ingin berangkat ke sini,,

sesampainya di sini dia mula-mula tinggal bersama keluarganya yang tak jauh dari kampus yang kau singgahi, nah sedangkan aku tak mempunyai keluarga di sini sehingga harus mencari pekerjaan seperti yang anda lihat sekarang, sebentar saya tertunduk, merenung asa ketika melihat peralatan sederhana yang dia pangku berupa gergaji besi, amplas cat, dan palu..

Kemudian dia memperlebar ceritanya tentang kondisi keluarga, saudaraku, Aku meninggalkan seorang istri dan tiga anak yang semuanya membutuhkan makan, pakaian, Aku terkadang malu pada diriku sendiri, lebih-lebih kepada mereka.

Bagaimana aku bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka yang jauh di sana, sedang aku sendiri gelabakan (susah) untuk mendapatkan dinar demi sesuap makanan untuk hari ini,, airmata nampak terjun dari selaput mata yang penuh tanda kesetiaan, airmata yang memberikan makna perjuangan hidup, Aku coba leraikan tanganku untuk mengusap airmata dengan seutas sapu tangan,

Saudaraku, Anda adalah orang asing di sini selayaknya aku, dan tugas utama anda adalah menuntut ilmu, berusahalah dengan sekuat tenaga untuk mendapatkan Ilmu tersebut, jangan pernah terdetik untuk bermain-main apalagi membuang waktumu dengan sia-sia,, dan terakhir aku berpesan” Syukuri apa yang ada dan jangan pernah menyerah!”. Aku sempat terkaget ketika mendengar ucapan itu, seakan aku sedang berbicara dengan pak Idris.

Merpati putih penebar keharmonisan, Aku ucapkan mohon maaf kepada pak Muhammad atas luangan waktunya berbicara denganku, dan tak lupa aku titipkan doa untuknya semoga Allah memberikan kemudahan dalam setiap pekerjaan bapak, dan semoga bapak diluaskan rizki…aku pamit serta kutatap mukanya yang terakhir kali, kemudian aku pun terbang melayang ke angkasa dengan bebas, karena kunci hidupku di sini telah ku pegang “Syukuri apa yang ada dan jangan pernah menyerah !!”

***