inpasonline.com
Fakta sejarah di atas disampaikan oleh KH. Ihya’ Ulumiddin dalam tausiyah-nya pada Dzikro Maulidir Rosul Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam ke-19 yanf bertempat di Pondok Pesantren Nurul Haromain, Pujon, Malang, pada 27 Februari 2010. Acara yang bertema “Era Gabah Diinteri, Menuntut Upaya Ketahanan Hati dengan Ta’dzim Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam” tersebut mengulas panjang lebar mengenai permasalahan mendasar yang tengah melanda umat Islam.






Kekalahan-kekalahan yang diderita oleh kaum Muslim dalam perang melawan kaum Salibis meupakan salah satu dampak negatif dari apa yang berkembang dalam masyarakat Muslim sendiri, seperti pemikiran, kecenderungan, nilai, dan tradisi. Segala bentuk krisis yang dialami oleh suatu masyarakat berawal dari muatan-muatan yang ada pada diri mereka sendiri yang mencakup kayakinan (akidah), nilai, tradisi, kebiasaan, yang menjadi acuan sistem, praktik, dan realitas masyarakat tersebut.  
Sejak paruh kedua abad kelima Hijriyah, para pengikut dari berbagai mazhab terlibat perselisihan yang menyia-nyiakan usaha seluruh pihak dalam hal-hal yang tidak bermanfaat. Hal ini mengakibatkan aspek kultur dan sosial menjadi pasif, menyuburkan taqlid dan jumud. Kesatuan umat menjadi pecah dan terbagi dalam golongan-golongan yang saling bertikai dan bertentangan. Masalah-masalah besar umat tersingkirkan dan menjadi sampingan dalam pandangan mazhab dan kelompok tersebut.
Melihat fenomena kemunduran umat Islam tersebut, pada tahun 1183 Masehi (579 Hijriyah), Shalahuddin Al-Ayyubi - yang saat itu telah diberi amanah untuk meneruskan perjuangan mujahid Nuruddin Zanki untuk merebut Palestina - mengadakan acara perayaan Maulid Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam guna menyatukan umat Islam yang saat itu terpecah akibat konflik internal antar mazhab. Dalam perayaan Maulid tahun 1183 Masehi tersebut, Shalahuddin mengerahkan para ulama yang memiliki banyak pengikut untuk hadir bersama seluruh pengikutnya.







Shalahuddin menyerukan kepada umat Islam di seluruh penjuru dunia untuk merebut Al-Quds dari tangan kaum Salibis. Shalahuddin juga 'mewajibkan' umat Islam mengadakan perayaan Maulid Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam setiap tanggal 12 Rabiul Awwal. Peran sosial serta politik dari perayaan ini sangat besar dalam pembentukan karakter umat yang bersatu. “Dari semangat Maulid inilah, maka pada tahun 1187 Masehi (603 Hijriyah), umat Islam berhasil merebut kembali Palestina dari tangan kaum Salibis. Prestasi lain yang ditorehkan oleh strategi Shalahuddin tersebut adalah terselenggaranya lomba mengarang Kitab Shiroh Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, dan Imam Al-Barzanji menjadi pemenang lomba tersebut pada tahun 1183 Masehi”, ulas KH. Ihya’ Ulumiddin.
Saat ini, peringatan Maulid Nabi Shollallohu ‘Alahi wa Sallam dijadikan momen untuk memberikan pencerahan kepada umat Islam tentang siapa Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, yang berkaitan erat dengan mahabbatur Rosul. Tidak cukup dengan memperingati Maulid, aksi berikutnya adalah memperbanyak Sholawat dan Ihya’us Sunnah (menghidupkan Sunnah) sebab bukti kecintaan kita kepada Rosululloh Shollallho ‘Alaihi wa Sallam dengan banyak menyebut-nyebut beliau Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam (berSholawat) dan menghidupkan Sunnah-nya.
Habib Jamal Ba’agil yang turut memberikan tausiyah, menegaskan bahwa saat ini umat Islam mengalami permasalahan internal yang sangat serius, yakni kecenderungan mengikuti gaya hidup Barat yang bertentangan dengan ajaran Islam. Kondisinya mirip gabah diinteri, kocar-kacir tidak memiliki izzah. Fakta lain yang tak kalah memprihatinkan, generasi muda Islam sekarang ini banyak yang mengidolakan artis dan pemain bola. “Gaya berpakaian artis senantiasa ditiru oleh anak muda kita padahal pakaian mereka sama sekali tidak mencerminkan ajaran Islam. Wanita jika memakai jilbab dan cadar, tambah berharga”, jelas Habib Jamal. Habib Jamal menguraikan keprihatinannya yang mendalam mengenai perayaan Valentine yang memperingati kematian pendeta ramai dirayakan, tapi Maulid yang memperingati kelahiran Nabi yang agung malah lupa kapan tanggalnya.