oleh Fakhrul Islam

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحاً وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ }فصلت33
Rembulan malam nampak begitu terang memberikan arti bahwa secara disadari ataupun tidak sesungguhnya kita sedang hidup pada zaman modern, globalisasi, serta sering di sebut zaman tathawur ( Perkembangan) dari sinilah di mungkinkan setiap aktifitas ataupun gerak dakwak harus di landaskan pada stateji yang jitu, tanpa adanya langkah-langkah tersebut rasanya susah dalam menyebaran dakwah tersebut.
Alqur’an secara gamblang telah menjelaskan unsur-unsur serta tangga-tangga yang harus dilalui dalam menggalangkan dakwah, serta Al qur’an juga menyebutkan tentang jalan dakwah Islam yang sempurna lagi cocok bagi setiap zaman dan tempat.
Petunjuk rabbani yang di sampaikan Al qur’an serta strateji dakwah sebagaimana tercantum dalam firmannya: 

ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ .( النحل 125) 

1. Tangga pertama : Peran aktif berkecimpung dalam menggalangkan dakwah serta istiqamah dalam menjalankannya.” Barangsiapa yang berusaha mengetuk pintu, niscaya ia akan masuk ke dalamnya”. Artinya siapa saja yang telah bertekat bulat masuk dan setia dalam rumah dakwah, maka baginya adalah ketaatan serta keistiqamahan harus di tumbuhkan pada jati dirinya . Makanya pada ayat tersebut diatas di mulai dengan shiqhah amr yang menunjukkan kewajiban menjalankan dakwah, sehingga Allah SWT memerintahkan manusia agar sekiranya enggan untuk memikirkan pentingnya dakwah, serta mencurahkan segala kemampuan yang di barengi dengan semangan perjuangan guna mewujudkan cita-cita Islam, seperti apa yang telah di contohkan Rasulullah dalam dakwah beliau berbagai macam halangan dan rintangan yang beliau hadapi demi dakwah Islam tersebut, dan itu terus berlanjut sampai habis titik perjuangan beliau, kemudian dilanjutkan oleh para sahabat sampai tercipanya Islam di muka bumi ini.
Bagaimana dengan kondisi dakwah dikalangan sekarang?,,,
Terasa berbalik arah jika kita bandingkan dakwah yang sedang berjalan dengan dakwah yang dijalani oleh baginda Rasullah SAW, dapat kita perhatikan bahwa dakwah sekarang
Dapat dikatakan sebagai dakwah kotak, dalam artian tidak ada nilai persatuan antara satu dengan yang lainnya, bahkan satu kelompok dengan kelompok lain saling menjegal akan jalannya dakwah tersebut, sehingga dakwahpun terhambat dengan adanya perkara tersebut.
Yaa betul,, sesungguhnya tipu daya musuh muslim itu sangat berbahaya, sampai-sampai mereka tidak tidur malah dalam rangka menggalang dakwah Islam, dari sinilah kita diharapkan dapat menciptakan nilai persatuan (Ukhuwah) , serta bergerak sesuai dengan metode dakwah dan tak lupa dibarengi dengan semangat dakwah.
Bagaimana kita mengharap keberhasilan dalam berdakwah seandainya kita berdakwah tidak sesuai dengan metode yang benar??, kenapa satu kelompok dengan lainnya saling mencari kesalahan yang sebenarnya memang tidak harus di salahkan??, mari sama-sama kita bersatu dalam lingkaran dakwah.
Dan untuk merangkak lebih jauh dalam menggapai tujuan dakwah, perintah dalam ayat diatas juga mengandung makna “Perbuat serta kesungguhan dalam berdakwah”.sebagaimana di jelaskan dalam firmannya:

وَقُلِ اعْمَلُواْ فَسَيَرَى اللّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
( التوبة105)


2. Tangga kedua: berdakwah dengan cara Hikmah(Bijaksana) yang berarti: “Meletakkan sesuatu pada tempat yang semestinya pada setiap kondisi yang terjadi”. Dan Hikmah tidak akan mempengaruhi sesuatu apapun kecuali sesuatu itu akan condong kepadanya. Al qur’an menjelaskan tentang kedudukan hikmah dalam berdakwah, tersebut dalam firmannya:

يُؤتِي الْحِكْمَةَ مَن يَشَاءُ وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْراً كَثِيراً وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُواْ الأَلْبَابِ }البقرة269

Sesungguhnya pada diri Rasulullah SAW sikap adil dan bijaksana dalam dakwahnya, dalam mencapai tujuan dakwah, maka Rasulullah SAW berdakwah dengan cara sir (sembunyi-sembunyi), sampai Allah SAW memerintahkan untuk berdakwah secara terang-terangan. Sebagaimana firmannya:
{فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ }الحجر94

Kalaulah seandainya Rasulullah SAW tidak bersamanya sikap bijak, maka beliau keluar dengan jama’ah muslim yang sedikit, untuk berdakwah dengan terang-terangan melawan kekuatan kaum musyrikin di makah ketika itu!!!. Sehingga kaum musyrikinpun dengan seenak perutnya menyakiti dan menyerang beliau dan para sahabat, sehingga akhirnya tidak ada satupun yang tersisa di muka bumi ini orang yang mendakwahkan Islam.
Seperti di kisahkan di saat Rasulullah berhadapan dengan ahlu thaif, kalaulah Rasulullah SAW tdak hakim, maka siksaan dari kaum thaif terhadap umat Islam semakin menjadi-jadi, sehingga Rasulullah SAW memerintahkan kaum muslimin untuk segera hijrah ke Habasyah yang keluar dari peta jazirah arab, dengan tujuan menjauh dari mekah, dan juga di Habasyah terdapat raja yang mukmin serta tidak dhalim terhadap siapapun.
Merupakan suatu tanggung jawab bagi pribadi seoang da’I, untuk menghidupkan ruh hikmah ini dalam berdakwah.
Jadi dari sikap bijak tersebut adalah: sikap kita dalam mencari metodelogi yang sesuai dengan perkembangan zaman ini, guna menlengkapi kebutuhan-kebutuhan dalam berdakwah, serta menjawab permasalahan zaman yang sedang kita lalui ini.
Sehingga dapat kita kata gorikan bahwa para aktifis (da’i) yang memiliki semangat tinggi dalam hal keagamaan, akan tetapi wawasannya terbatas dengan keadaan, serta kurangnya pengetahuan, tidak memiliki sikap sabar dalam berdakwah, serta buta terhadap perkembangan umat, maka yang seperti ini dirasa tidak layak untuk melanjutkan dakwah.
Ada dua pertanyaan yang muncul di hadapan kita:
Siapakah yang sesungguhnya layak dikatakan da’I di zaman ini?
Dan metode apakah yang layak dipakai dalam menjalankan dakwah ini?
Dengan bijak kita bisa memberikan jawaban:
Da’I tidak sembarang da’I, namun berbagai bentuk persyaratan seseorang bisa dikatakan da’I, diantaranya:
a. harus tercermin pada da’I sikap tanggung jawab serta berpegang teguh terhadap agama, serta tercermin tingkah laku yang Islami. Maka tiada kata lain bagi seorang da’I melainkan harus selalu meniti ajarn Islam, dimanapun kondisinya.
b. seorang da’I merupakan contoh atau tauladan yang baik bagi masyarakat, Rasulullah SAW tidak akan menikmati hasil jerih payah beliau dalam berdakwah, tanpa adanya suri tauladan atau tuntunan bagi masyarakat beliau ketika itu.
Sehingga Allah SWT memujinya dalam firman Nya:
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ}القلم4)
Sehingga Allah SWT menjelaskan betapa berpengaruhnya suluk atau tingkah laku seorang da’I dalam berdakwah, namun ketika prilaku serta contoh tauladan tersebut jauh dari diri seorang da’I, maka akan nampak rambu-rambu kegagalan dalam berdakwah. Sebagaimana dijelaskan dalam firmannya:
{فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظّاً غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ }آل عمران159 

“bagaimana mungkin kita bisa mengajak manusia kepada Islam, sedangkan kita sendiri tidak komitmen terhadap ajaran Islam itu sediri???,.
Seperti perkataan salah seorang sya’ir:
“bagaimana mungkin Seorang yang bodoh menyuruh manusia agar menjadi orang yang pintar
Dan bagaimana mungkin juga Seorang dokter bisa mengobati pasiennya, sedangkan dokter sendiri merasa sakit”.
c. Seorang da’I seharusnya memiliki sikap rendah hati, serta wara’ ( senantiasa berusaha menjauhkan diri dari mala petaka dosa). Dan tidak bersikap sombong ataupun berbangga diri .namun seharusnya para da’I harus senanatiasa bersikap rendah hati tehadap masyarakat, seperti apa yang telah di contohkan oleh baginda Rasul SAW.
d. Hendaknya seorang da’I memiliki pengetahuan yang luas , selalu mengiringi pengembangan umat di zaman modern ini, sesungguhnya kita berada pada zaman tersebut, zaman yang sering di sebut denga zaman globalisasi, zaman yang di mana manusia lebih suka terhadap hal-hal yang instant, zaman yang penuh dengan perkembangan teknologi, dan sepertinya sudah banyak majalah-majalah yang berbau ilmiah, pengetahuan, dan telah tersebar siaran- siaran tv ataupun radio yang dapat menambah wawasan bagi seorang da’i.
Dan dari sinilah wajib bagi siapa saja yang mengikrarkan dirinya siap untuk berdakwah agar selalu meperhatikan kebutuhan umat, sehingga para da’I bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Namun bukan berarti bahwa kita harus selalu menggeluti pengetahuan agama saja, kisah para sahabat, serta sejarah umat terdahulu, tapi juga para da’I disamping focus terhadap urusan agama, namun harus mengetahui sejarah awal mula perkembangan dakwah sebelum terjun kepada masyarak guna menjalankan dakwah.
Dan tak lupa juga diharapkan para da’I dapat memahami bahasa arab dengan baik, serta kalau di mungkinkan bisa mengetahui bahasa masyarakat yang akan di dakwahinya, dan juga bisa memanfaatkan media masa yang di rasa sangat membantu dalam berdakwah.
e. para da’I harus memiliki sikap lemah lembut, tegar, serta sabar dalam menghadapi tantangan yang harus dilaluinya, dan suatu hal yang lazim dirasa dan dialami oleh para da’I di dalam arena dakwah bahwa ia akan menjumpai duri-duri yang berusaha menghalagi langkah dakwah, baik berupa celaan terhadap Islam dari musuh-musuh Islam, atau bisa jadi berupa siksaan yang harus dihadapi dengan sikap sabar dan tegar.
Kondisi seperti ini para da’I harus memiliki sikap bijak, serta memiliki keluasan hati untuk menrima sedikit kenyataan pahit yang harus ia alami.
Adakalanya juga para da’I menjumpai sebuah masyarakat yang agak buta terhadap Islam,di sini para da’I harus sabar serta bersikap lemah lembut dalam memahamkan masyarakat.
Kita ambil contoh bagaimana sikap sabar serta pemaaf Rasul SAW terhadap seorang badwi yang kencing di dalam masjid, dengan ketidak tahuannya terhadap Islam, sehingga Rasulullah SAW membiarkannya sampai selesai dari kencingnya, kemudian beliau memberikan arahan kepadanya bahwa sesungguhnya itu tidak boleh.
Namun coba kita lihat bagaimana tanggapan para sahabat tentang badwi tersebut, ketika menyaksikan perkara tersebut para sahabatpun serentak marah dan akan memukulnya, namun Rasulullah SAW menahan mereka dan menyuruh agar menyiramnya dengan se ember air.
Beralih kepada tanggapan yang kedua tentang sarana yang dapat di gunakan para da’I dalam berdakwah,
Di zaman Rasulullah SAW dakwah berlangsung dengan cara personal dalam artian dengan cara bertatap muka dengan para masyarakat, kemudian berkembang melalui jalan perdagangan, atau dengan cara mengirimkan surat-surat yang berisi ajakan-ajakan untuk masuk agama Islam, dengan melalui langkah tersebut masyarakat ketika itu seraya berbondong memeluk agama Islam.
Bagaimana dengan sekarang?
Arena dakwah semakin meluas sehingga dibutuhkan perangkap baru yang nantinya dapat menciptakan sarana baru untuk berdakwah.
Sarana yang barang kali dapat membantu dalam berdakwah di antaranya:
Media masa bisa berupa buku, majalah, atau bulletin sekalipun dengan dilengkapi ajaran –ajaran serta norma-norma islam .
Buku-buku yang bisa kita anggap sarana yang juga di gunakan oleh orang-orang terdahulu, tapi kelayakan tersebut masih dapat di manfaatkan untuk berdakwah sampai sekarang juga.dengan cetakan buku yang lengkap dengan berbagai macam bahasa rasanya dapat dengan cepat islam bisa di dakwahkan baik dikalangan bawahan sampai kalangan elitpun.
Bisa juga melaui media elektronik, bisa berupa radio, televise, yang dirasa bisa membantu dalam berdakwah, melalui siaran radio yang di penuhi dengan gema-gema Islam, atau siaran- siaran tv, film, serta siaran lainnya dengan bernuansa Islami, dan juga teknologi (Internet) yang para da’I bisa melihat tentang bagaimana kita bisa memanfaatkan sarana tersebut untuk berdakwah, mungkin dengan mengirim E-mail yang berisikan pendidikan, semua itu rasanya cukup membantu para da’I dalam berdakwah.
Ada suatu hal yang menjanggal bahwa ddengan adanya wasilah yang serba modern seakan cara-cara yang dipakai oleh para pendahulu kita terabaikan dan seakan tidak berfungsi lagi, seperti halnya: halaqah ilmiah yang seyogyanya para syek menyampaikan pelajarannya bersama denagan para murid, ekarang dengan adanya peralatan elektronik seakan langka kita jumpai.
Namun kita sebagai seorang da’I mencoba untuk mensingkronisasikan antara keduanya, artinya pada kondisi apa kita bisa menggunakan metode salafi, dan pada kondisi lainnya kita juga bisa menggunakan metode modern tersebut.
3. Tangga ketiga yang harus di lalui oleh setiap da’I adalah: Dakwah dalam bentuk Nasehat dan pengajaran yang baik, dalam artian kalimat yang terucap memberikan pengaruh kepada masyarakat, dan juga diharapkan supaya dapat menyampaikan dakwahnya dengan bahasa yang ringan, dipahami setiap golongan, dan harus memilih judul yang sesuai dengan keadaan masyarakat tersebut, sehingga masyarakatpun menerima dakwah tersebut.
Makanya perkembangan zaman memacu para da’I agar dapat menggunakan metode baru juga, seakan tidak cocok andaikan para da’I yang sedang berceramah di hadapan orang-orang yang intelek, atau di abad- 21 ini, dirasa tidak sesuai apabila seorang da’I menggunakan bahasa yang digunakan oleh para da’I di abad-03, pasti tidak sesuai!!!.
Karena kondisi zaman sekarang berbeda dengan kondisi masa lampau, okelah kita mungkin bisa meniru ketauladanan mereka dalam berdakwah, namun disisi lain kita harus menggunakan metode yang dapat di terima oleh masyarakat.
Da bukan ajakan dakwah yang baik juga ketika para da’I berceramah dengan bahasa-bahasa yang keras,sehingga mengakibatkan kebencian masyarakat kepada kita.
Pada tangga ke tiga ini juga memberikan pengarahan kepada para da’I bagaimana tata cara berdebat yang baik: ketika seorang da’I berdiskusi dengan pemuka agama lain, harus dibarengi dengan sikap bijak, diskusi dengan baik, dengan tanpa merendahkan serta menghinakan agama sendiri, ataupun keyakinan agama lain, serta tidak menghidupkan api fitnah diantara mereka.
Sebuah upaya agar tidak menimbulkan fitnah tersebut bagaimana para da’I dapat memilih judul yang ilmiah dan tidak menekankan pada aqidah serta keyakinan masing-masing. Sehingga suasana diskusi antar agamapun terlihat tenang.
Allah SWT menganjurkan agar bersikap bijak ketika berdebat dengan agama lain:
وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ وَقُولُوا آمَنَّا بِالَّذِي أُنزِلَ إِلَيْنَا وَأُنزِلَ إِلَيْكُمْ وَإِلَهُنَا وَإِلَهُكُمْ وَاحِدٌ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ (العنكبوت46)

ِkewajiban para da’I serta kita semua sebagai umat Islam bagaimana kita dapat merealisasikan metode-metode dakwah tersebut kepada masyarakat, dan selalu berjuang penuh semangat dalam berdakwah, dan kita serahkan segalanya serta bertawakal kepada Nya, dan siap memperjuangkan Islam hingga akhir zaman .